Jumat, 28 September 2012

cerpen “Gara-Gara Lupa”



Pagi yang cerah, aku sangat  menunggu hari seperti ini tiba, yaitu setelah musim kemarau  panjang serta kebakaran hutan  yang terjadi di daerah Palangkaraya sekitarnya. kalau sudah musim kemarau panjang, daerah ini selalu di landa kabut asap.

Aku berusia 10 tahun dan duduk di kelas V. Aku begitu gembira melihat pemandangan cerah dan suasana baru yang sangat kunanti-nantikan.

“mah, mamaaahhh,”

Aku baru sadar kalau ada yang kurang dalam kamarku dan kak Mirna ini.

“kenapa ly ?” sahut mamah dari dapur. Ia sedang memasak nasi dan sayur untuk makanan kami pagi ini.

Aku mendatangi mamah di dapur dengan muka yang ku lipat-lipat.

“ada liat  piggi nggak mah ? dia nggak ada di kamar mah,”  kataku kepada mamah.

“mamah nggak ada liat ly, coba kamu Tanya kak Mirna atau  adik mu Talia, siapa tau mereka yang nyimpan.” Mamahku menjawab sambil melanjutkan pekerjaannya.

“mereka man amah ?”

“Kakak mu ke rumah nenek Gilen nganterin gula titipannya sama mamah kemaren.”

“trus, Talia dimana ?”

“kayaknya main ke rumah Eci di sebelah. Coba kamu liat di sana. Suruh dia cepat pulang makan ya.” Mamah menimpali.

 Aku sudah keliling-keliling rumah dan menjelajah seluruh kamar sampai ke kolong-kolongnya

 Namun aku tidak melihat piggi. Piggi pink adalah boneka babi satu-satunya yang kumiliki. Papah membelikanku dan kakakku dan adikku itu sewaktu dia pulang dari tempat perantauannya. Kebetulan dia hanya membeli satu boneka babi pink dan dua boneka teddy bear berwarna pink.

“kak, ada liat boneka piggi ku nggak ?” Kak Mirna langsung ku sambut dengan pertanyaan.

“kakak nggak tau de, coba kamu cari yang bener dulu,” kak Mirna menjawab dengan santai.

Aku segera mencarinya kembali, berkeliling-keliling rumah, namun piggi juga belum keliatan. Aku mulai gusar dan sedih, air mataku pun tak dapat ku tahan lagi.

“kak, bantuin aku nyarinya dong,” aku meminta tolong pada kak Mirna sambil mengusap-usap air mata.

“nanti dulu, kakak mau nyuci baju,” kak Mirna menyahut dan membutku semakin sedih pada jawabannya. Dia tidak mau membantuku mencari piggi, padahal itu adalah boneka kesayanganku, aku kembali menangis dengan suara yang lebih keras lagi.

“loly, kenapa kamu nangis ? kakak bilang nanti dulu, sabar dong de. Bisanya Cuma nangis 1 cengeng, liat dong, kerjaan kakak ini masih banyak” kak Mirna menjawab dengan nada sedikit marah.

“panggil Talia di sana , Tanya dia dulu, siapa tau dia yang bawa;” kak Mirna melanjutkan bicaranya.

           Akupun segera berlari sambil menangis. Sedih rasanya, boneka hilang tidak tau kemana, di tambah di marah-marahin lagi. Sesampainya di rumah Eci aku memanggil talia dari depan pintu rumah mereka

 “talia, sini dulu !”

“kenapa ka ? aku masih main ni ka,”

“sebentar dulu, ada yang mau kakak Tanya,”

“ia, sebentar dulu,” sambil melangkahkan kakinya Talia mendekat padaku

“kenapa sih ? kakak nangis ya ? dimarahin mamah ya ? tu matanya merah, basah,” Talia sibuk dengan cerocosannya.

“ayo pulang dulu,” pinta ku pada Talia.

“iihh,, katanya tadi sebentar. Aku kan masih main. Bohong !” Talia menggerutu.

“kamu ini, main terus yang kamu pikirin. Boneka Piggi ku hilang. Jangan-jangan kamu yang sembunyiin.”

“enak aja nuduh, akuy nggak ada ka,”

“trus, siapa lagi ? mamah nggak ada liat, Kak Mirna juga nggak tau. Trus siapa lagi ? Inyo sama Holpa nggak mungkin, mereka kan gak main boneka, ayo kita pulang !” Aku semakin kesal.

Tanpa bicara lagi aku dan Talia sampai ke rumah.

“mah, aku di tuduh kak Loly ngambil boneka nya, padahal aku nggak tau mah,” Talia langsung mendatangi mamah.

“trus siapa lagi yang ngambil ?” aku mulai meneteskan air mata lagi.

           Sementara itu pekerjaan Kak Mirna sudah selesai dan ia memintaku untuk membantunya menjemur pakaian kami. Tangisku juga berhenti dengan sendirinya.

“Loly, sini dulu nak” mamah memanggilku.

“I amah, kenapa ?”

“kamu kemaren ada ke rumah Widya kan ?”

“ia mah, oh ia” tiba-tiba aku langsung ingat dengan jelas kalau aku membawa Piggi ke rumah Widya dan lupa membawanya pulang kembali.

“mah, boneka ku di rumah Widya, aku ambil ya sekarang.” Tanpa menunggu jawaban mamah aku langsung berlari, namun dengan nyaring aku mendengar suara mamah memanggil.

“Loolyy, pulaangg… jangan kamu ambil bonekanya sekarang. Sudah senja, besok saja sama Kak Mirna.”

Aku langsung berbalik dan masuk ke rumah kembali. “iya mah”

           Rasa malupun segera ku rasakan, aku sudah menuduh orang lain akibat kelalaian ku sendiri. Karena ulahku sendiri aku menjadi menyibukkan semuanya, aku berjanji dalam hatiku sendiri agar tidak meninggalkan Piggi sembarangan lagi.

           Tidak terasa semalam telah berlalu. Dan matahari pun kembali memancarkan sinarnya.

“ Ka, tungguin Loly sebentar ya.”

“ia de, jangan lama-lama ya de, nanti kita telat.”  Ka Mirna berteriak dari teras rumah.

            Pagi ini aku dan ka Mirna bersiap-siap pergi ke Gereja Berkat Asi untuk beribadah. Kebetulan di Gereja kami, sekolah Minggu di adakan sore hari.

“ka, nanti pulang dari Gereja kita ke rumah Widya ya !”, aku memohon kepada kak Mirna.

“ngapain kamu kesana lagi de ? bukannya kemaren sore kamu juga kesana ?”

“emh, Piggi pink ku ketinggalan disana ka,” aku tertunduk saat mengatakannya. Aku yakin kalau kak Mirna akan marah padaku, karena  Boneka babi kesayanganku lupa ku bawa

“ ah, kamu ini, merepotkan aja, lain kali kalau ninggalin boneka itu lagi, jangan kamu ingat-ingat lagi boneka itu. Kaka kasih aja ke Widya.”

“ia, maaf ka. Nggak ku ulangin lagi nanti ka.” Wajahku sudah mulai memucat saat melihat mata kak Mirna tajam memandangku.

            Selesai beribadah Minggu sebelum pulang ke rumah aku dan kak Mirna ke rumah Widya untuk mengambil boneka babi kesayanganku.

“Wid, ku ambil ya boneka ku.”

“ia Loly, nih dia bonekamu, jangan lupa lagi ya” Widya membawakan boneka Piggi pink padaku.

Sambil aku memeluk boneka itu kak Mirna mengatakan, “ wid, kalau Loly sekali lagi ninggalin piggi disini, nanti pigginya buat kamu aja ya.”

“ih kak Mirna ini jahat, itukan boneka kesayangannya Loly.” Widya tersenyum.

“de, kalau loly merasa itu barang kesayangan, berarti dia harus menjaganya, brarti kalau dia lupa dan ketinggalan, itu artinya Loly tidak butuh,” aku bisa melihat keseriusan kak Mirna bicara.

“ia kak, Loly minta maaf sekali lagi ya, “ sekali lagi aku merasa menyesal telah meninggalkan Piggi semalaman di rumah Widya.

“ia de, tapi jangan di ulangin lagi, kita pulang ya”

. “ia kak, Loly nanti ngerjain  Pr  ya” widya menyahut.

“ia , dadaah Wid, nanti sore kamu ya, yang ke rumahku, ku tunggu lo,” sahutku kepada Widya.

“ia, dadah, see you ” teriak Widya dari depan rumahnya.

J J J

Karya : Yunelety Giden Jinan, 2012








Tidak ada komentar:

Posting Komentar