Bahan
presentasi kelompok 3 (tiga)
“Sosiologi”
Materi : Masyarakat Terasing
-
Dewi Murni
Gea
-
Ika
ferawati Sagala
-
Jurita
Hutasoit
-
Yunelety
Giden jinan
Departemen Sosial memberikan
definisi masyarakat terasing ialah Sekelompok masyarakat yang memiliki kesamaan ciri-ciri fisik, sosial, dan budaya, mendiami
suatu kawasan yang terpencil, terpencar, serta sulit dijangkau atau berpindah-pindah,
ataupun yang hidup mengembara di kawasan laut. Mereka sulit mewujudkan interaksi
sosial dengan masyarakat yang lebih modern
A.
Suku Mentawai
Suku mentawai adalah suku
kuno yang tinggal di kepulauan mentawai.
bagian dari Sumatera barat dan utara. Nenek
moyang suku mentawai ini di perkirakan datang ke kepulauan ini seklitar 3000
tahun yang lalu.
Menurut kepercayaan masyarakat Siberut,
keseluruhan suku yang ada di sana awalnya berasal dari satu suku/uma dari
daerah Simatalu yang terletak di Pantai Barat Pulau Siberut yang kemudian
menyebar ke seluruh pulau dan terpecah menjadi beberapa uma/suku.
Tipe kebudayaan Mentawai diperkirakan menyebar diseluruh Indonesia pada masa lampau, tetapi telah dipengaruhi oleh kebudayaan lain yang datang dari daerah luar seperti Hindu, Budha, Kristen dan Islam. Sampai saat ini kebudayaan Mentawai relatif masih asli karena keterisolasian dan belum banyak dipengaruhi oleh kebudayaan lain.
Secara Turun temurun, suku Mentawai tinggal
di empat pulau besar di kepulauan Mentawai yakni Sibora, Siberut, Pagai
Utara serta Pagai Selatan.
Suku ini dikenal sebagai peramu dan ketika
pertama kali dipelajari belum mengenal bercocok tanam. Tradisi yang khas adalah
penggunaan tato di sekujur tubuh, yang terkait dengan peran dan status sosial
penggunanya. Suku mentawai hidup sederhana di dalam sebuah Uma. Uma merupakan
rumah yang terbuat dari kayu pohon. Arsitektur bangunan rumah Mentawai berbentuk
panggung.
Dalam
suku mentawai di kenal adanya kabit. Kabit yakni penutup bagian tubuh
bawah yang hanya terbuat dari kulit kayu. Sementara bagian tubuh atas dibiarkan
telanjang begitu saja tanpa mengenakan sehelai kain. Lain halnya dengan
kaum wanita, untuk menutup tubuh bagian bawah, mereka menguntai pelepah daun
pisang hingga berbentuk seperti rok. Sementara untuk tubuh bagian atas,
mereka merajut daun rumbia hingga berbentuk seperti baju. Kalaupun ada
suku Mentawai yang mengenakan kain sarung ataupun pakaian lengkap, jumlahnya
hanya beberapa orang saja.
Dari
berbagai perdebatan mengatakan bahwa suku yang misterius ini termasuk bangsa Polynesia,
bahkan ada yang berpendapat merupakan
bangsa proto-malayan (melayu tua). Menurut kepercayaan masyarakat Siberut,
keseluruhan suku yang ada di sana awalnya berasal dari satu suku/uma dari
daerah Simatalu yang terletak di Pantai Barat Pulau Siberut yang kemudian
menyebar ke seluruh pulau dan terpecah menjadi beberapa uma/suku.
1. Struktur Sosial
Masyarakat Mentawai bersifat patrinial dan kehidupan sosialnya dalam suku disebut "uma". Struktur sosial tradisional adalah kebersamaan, mereka tinggal di rumah besar yang disebut juga "uma" yang berada di tanah-tanah suku. Seluruh makanan, hasil hutan dan pekerjaan dibagi dalam satu uma. Kelompok-kelompok patrilinial ini terdiri dari keluarga-keluarga yang hidup di tempat-tempat yang sempit di sepanjang sungai-sungai besar. Walaupun telah terjadi hubungan perkawinan antara kelompok-kelompok uma yang tinggal di lembah sungai yang sama, akan tetapi kesatuan-kesatuan politik tidak pernah terbentuk karena peristiwa ini.
Struktur sosial itu juga bersifat egalitarian, yaitu setiap anggota dewasa dalam uma mempunyai kedudukan yang sama kecuali "sikerei" (atau dukun) yang mempunyai hak lebih tinggi karena dapat menyembuhkan penyakit dan memimpin upacara keagamaan.
Secara tradisional uma mempunyai wewenang
tertinggi di Siberut. Selama rezim Orba fungsi organisasi sosial uma kurang begitu
berfungsi tetapi sejak era reformasi uma mulai digalakkan kembali dibeberapa
Desa dengan dibentuknya Dewan Adat. Sejak otonomi daerah bergulir direncanakan
satuan pemerintah terendah yaitu “ laggai”.
A) Budaya Tradisional
Menurut agama tradisional Mentawai (Arat Sabulungan) seluruh benda hidup dan segala yang ada di alam mempunyai roh atau jiwa (simagre). Roh dapat memisahkan dari tubuh dan bergentayangan dengan bebas. Jika keharmonisan antara roh dan tubuhnya tidak dipelihara, maka roh akan pergi dan dapat menyebabkan penyakit. konsep kepercayaan ini berlaku dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kegiatan keseharian yang tidak sesuai dengan adat dankepercayaan maka dapat mengganggu keseimbangan dan keharmonisan roh di alam.
Dalam upacara agama dikenal dengan adanya punen, puliaijat atau lia harus dilakukan
bersamaan dengan aktivitas manusia sehingga dapat mengurangi gangguan. Upacara
ini dipimpin oleh para sikerei yang dapat berkomunikasi dengan roh dan jiwa
yang tidak dapat dilihat orang biasa. Roh makhluk yang masih hidup maupun yang
telah mati akan diberikan sajian yang banyak disediakan oleh anggota suku.
Rumah adat (uma) dihiasi, daging babi disajikan dan diadakan tarian (turuk)
untuk menyenangkan roh sehingga mereka akan mengembalikan keharmonisan. Selama
diadakan acara, maka sistem tabu atau pantangan (kekei) harus dijalankan dan
terjadi pula berbagai pantangan terhadap berbagai aktivitas keseharian.
B) Kepercayaan tradisional
Kepercayaan tradisional
khususnya tabu, inilah yang menjadi kontrol sosial penduduk dan mengatur
pemanfaatan hutan secara arif dan bijaksana dalam ribuan tahun. Bagaimanapun
juga, sekarang kebudayaan tersebut berangsur hilang. Populasi penduduk tumbuh
dengan cepat dan sumberdaya alam dieksploitasi tanpa mengindahkan peraturan
tradisional sehingga berdampak menurunya daya dukung lingkungan yang menjadi
tumpuan kehidupan masyarakat Mentawai.
Dalam melakukan
kegiatan berburu, pembuatan sampan, merambah/membuka lahan untuk ladang atau membangun
sebuah uma maka biasanya dilakukan secar bersama-sama oleh seluruh anggota uma
dan pembagian kerja dibagi atas jenis kelamin. Setiap keluarga dalam satu uma
membawa makanan (ayam, sagu, dll) yang kemudian dikumpulkan dan dimakan
bersama-sama oleh seluruh anggota uma setelah selesai melaksanakan
kegiatan/upacara.
C) Makanan
pokok
Makanan pokok masyarakat
di Siberut adalah sagu (Metroxylon sagu), pisang dan keladi. Makanan lainnya
seperti buah-buahan, madu dan jamur diramu dari hutan atau ditanam di ladang.
Sumber protein seperti rusa, monyet dan burung diperoleh dengan berburu
menggunakan panah dan ikan dipancing dari kolam atau sungai yang ada di daerah
tersebut.
B. Suku Dani
Suku Dani adalah sebuah suku yang mendiami
satu wilayah di Lembah Baliem yang dikenal sejak ratusan tahun lalu sebagai
petani yang terampil dan telah menggunakan alat / perkakas yang pada awal mula
ditemukan diketahui telah mengenal teknologi penggunaan kapak batu, pisau yang
dibuat dari tulang binatang, bambu dan juga tombak yang dibuat menggunakan kayu
galian yang terkenal sangat kuat dan berat. Suku Dani masih banyak mengenakan
“koteka” (penutup kemaluan) yang terbuat dari kunden kuning dan para wanita menggunakan
pakaian wah berasal dari rumput/serat dan tinggal di “honai-honai” (gubuk yang
beratapkan jerami/ilalang). Upacara-upacara besar dan keagamaan, perang suku
masih dilaksanakan (walaupun tidak sebesar sebelumnya).
Salah satu kebiasaan unik lainnya dari suku
Dani sendiri adalah kebiasaan mereka mendendangkan nyanyian-nyanyian bersifat
heroisme dan atau kisah-kisah sedih untuk menyemangati dan juga perintang waktu
ketika mereka bekerja. Untuk alat musik yang mengiringi senandung atau dendang
ini sendiri adalah biasanya adalah alat musik pikon, yakni satu alat yang
diselipkan diantara lubang hidung dan telinga mereka. Disamping sebagai
pengiring nyanyian, alat ini pun berfungsi ganda sebagai isyarat kepada teman
atau lawan di hutan kala berburu.
Nama Dani sendiri sebenarnya bermakna orang
asing, yaitu berasal dari kata Ndani , tapi karena ada perubahan fenom N
hilang dan menjadi Dani saja. Suku Dani sendiri sebenarnya lebih senang disebut
suku Parim. Suku ini sangat menghormati nenek moyangnya dengan penghormatan
mereka biasanya dilakukan melalui upacara pesta babi.
Untuk bahasa sendiri, suku Dani memiliki 3 sub bahasa ibu
secara keseluruhan, dan ketiganya termasuk bahasa-bahasa kuno yang kemudian
seiring perjalanan waktu, ketiga sub bahasa ibu ini pun memecah menjadi
berbagai varian yang dikenal sekarang ini di Papua. Sub bahasa ibu itu adalah;
1. Sub keluarga Wano
2. Sub keluarga Dani
Pusat yang terdri ataslogat Dani Barat dan logat lembah Besar Dugawa
3. Sub keluarga
Nggalik – Dugawa
B. MATA PENCAHARIAN SUKU
DANI
Mata pencaharian pokok suku bangsa Dani
adalah bercocok tanam dan beternak babi. Umbi manis merupakan jenis tanaman
yang diutamakan untuk dibudidayakan, artinya mata pencaharian umumnya mereka
adalah berladang.
C. SISTEM KEPERCAYAAN
Sistem
Kepercayaan Suku Dani
Dasar kepercayaan suku Dani adalah seperti
halnya diuraikan di atas yakni menghormati roh nenek moyang dengan cara
menyelenggarakan berbagai ritual upacara yang dipusatkan pada pesta babi.
Konsep kepercayaan / keagamaan yang terpenting adalah Atou, yaitu kekuatan
sakti para nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal (diturunkan kepada
anak laki-laki). Kekuasaan sakti ini antara lain :
-
Kemampuan atau kekuatan untuk menyembuhkan penyakit
-
Kemampuan atau kekuatan untuk menyuburkan tanah, dan
-
Kemampuan atau kekuatan untuk menjaga ladang
Sebagai bentuk penghormatan kepada nenek
moyangnya, suku Dani membuat lambang untuk nenek moyang mereka yang disebut
Kaneka. Selain sebagai perlambang untuk nenek moyang, dikenal juga Kaneka
Hagasir, yakni sebuah upacara keagamaan yang bertujuan untuk kesejahteraan
keluarga, juga ketika mengawali dan mengakhiri peperangan.
D. Sistem Kekerabatan
Untuk sistem kekerabatan suku Dani mengenal
tiga sistim yakni kelompok kekerabatan, paroh masyarakat dan kelompok
territorial.
a. Kelompok
kekerabatan
kelompok kekerabatan dari suku Dani yang
terkecil adalah keluarga luas. Keluarga luas ini sendiri terdiri dari dua atau
tiga keluarga inti yang tinggal bersama dalam satu rumah besar yang menyerupai
kompleks dengan sekat-sekat berupa pagar (lima) yang disebut slimo. Dalam
sebuah desa di Suku Dani terdapat 4 hingga 5 slimo dengan delapan hingga
sepuluh keluarga yang menghuni. Sistem pernikahan dari suku Dani adalah
poligami dan beberapa diantaranya poligini. Menurut mitologi, suku Dani berasal
dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar
kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Woita dan
Waro. Orang Dani dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga
perkawinannya berprinsip eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di
luar Moety).
b. Paroh Masyarakat
Struktur bermasyarakat Suku Dani merupakan gabungan
dari beberapa klan kecil yang disebut ukul, dan klan besar yang disebut ukul
oak.
c. Kelompok
Teritorial
Kesatuan teritorial yang terkecil dalam
masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk
kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
E. Sosial Budaya suku Dani
Secara umum pengertian kebudayaan adalah
merupakan jalan atau arah didalam bertindak dan berfikir untuk memenuhi
kebutuhan hidup baik jasmani maupun rohani.
Pokok-pokok yang terkandung dari beberapa devinisi
kebudayaan :
1. Kebudayaan yang
terdapat antara umat manusia sangat beragam
2. Kebudayaan didapat
dan diteruskan melalui pelajaran
3. Kebudayaan
terjabarkan dari komponen-komponen biologi, psikologi dan sosiologi
4. Kebudayaan
berstruktur dan terbagi dalam aspek-aspek kesenian, bahasa, adat istiadat,
budaya daerah dan budaya nasional.
Cara
menyampaikan injil kepada Suku terasing
Memulai perkenalan dan berbaur serta melakukan
pendekatan-pendekatan kepada mereka. contoh pendekatan tersebut adalah melihat
kebiasaan-kebiasaan mereka sehari-hari.
Mengikuti aktivitas yang mereka lakukan dan
ikut campur tangan dalam pekerjaan mereka.
Mengikuti adat-istiadat yang ada yang di daerah
tersebut. contohnya cara berpakaian dan ritual adat mereka. Tetapi kita harus
mengingat bahwa tujuan kita untuk membritakan injil.
berusaha membuat sesuatu hal yang baru yang
belum pernah mereka lihat, yang bisa membuat mereka heran, dan rasa ingin
tahu terhadap apa yang kita yang lakukan itu sehingga ada keinginan untuk
mereka mencoba pada hal apa yang kita lakukan.
Dan disaat itulah kita bisa membritakan injil kepada mereka dan juga
tentang firman Tuhan secara
perlahan-lahan.
Mengajarkan hal-hal yang baik kepada mereka,
misalnya mengasihi Tuhan dan sesama. (matius 22:37-39)
Jika sudah mengenal suku itu dengan baik maka
kita mulai mengajarkan kepada mereka tentang Kristus.
berdoa selalu, memohon pimpinan dan campur
tangan Roh Kudus untuk hadir dalam setiap pengabaran injil yang kita lakukan
dan meminta kepada Roh Kudus supaya setiap orang yang mendengarkan injil dapat
menerimanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar