BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar
belakang
Mungkin kita pernah bertemu atau memiliki seorang sahabat, keluarga,
bahkan mungkin diri kita sendiri yang memiliki sifat minder, rendah diri atau
istilah kerennya tidak pede, kasar, sombong, arogan, sering merasa curiga, dan
sifat negative lainnya. Inilah yang disebut dengan Gambar diri yang rusak. Dan
saat kita berada dekat atau bersahabat dengan orang yang memiliki gambar diri
seperti ini, kita cenderung merasa kesal dan cengkel. Karena mereka tidak
menyukai diri mereka sendiri, mereka meyakini orang lain juga tidak menyukai
mereka dan menetapkan diri mereka sebagai orang yang harus ditolak. Kebanyakan
akar dari konflik/permasalahan dalam hidup, masalah pribadi, dan kegagalan
adalah rasa rendah diri. Jika, misalnya, saya percaya dan merasa saya gagal,
saya akan menetapkan diri saya untuk gagal. Dan jika saya percaya bahwa saya
orang yang buruk, saya akan bertindak sesuai dengan apa yang saya yakini.
Hal inilah yang mendorong saya untuk
menulis makalah ini, yaitu agar kita dapat mengahargai diri kita sendiri, dan
kita berharga dan sempurna di mata Yesus Kristus.
1.2. Rumusan masalah
1.
Faktor apa yang membuat seseorang
tidak dapat menerima dirinya sendiri ?
2.
Apa peran orang percaya dalam
menghadap orang yang kehilangan gambar diri yang baik ?
1.3.Tujuan
-Untuk dapat mengucap syukur kepada Tuhan dalam
segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup kita.
-Agar kita dapat menerima diri kita secara utuh dan
dapat bersuka cita karenanya.
-Memiliki konsep diri yang benar.
BAB
II. PEMBAHASAN
2.1.
Faktor penolakan diri
Penolakan diri dapat di artikan
sebagai orang yang Tidak mau menerima kenyataan diri sendiri, Tidak jujur pada diri sendiri, Menyembunyikan
kegagalan, Mencari-cari alasan diluar diri sendiri, Ingin menjadi pusat
perhatian, Membanggakan prestasi orang lain, Melempar kesalahan, serta Membenci
diri sendiri.
Burns (1993) menyebutkan bahwa
secara garis besar ada lima factor yang mempengaruhi pengembangan konsep diri,
yaitu :
ü Citra fisik, merupakan evaluasi
terhadap diri secara fisik,
ü Bahasa, yaitu kemampuan melakukan
konseptualisasi dan verbalisasi,
ü Umpan balik dari lingkungan,
ü
Identifikasi dengan model dan peran jenis yang tepat
ü
Pola asuh orang tua.
a).
Tidak puas pada keadaan diri sendiri
Sebenarnya, sumber utama ketidakpuasan manusia terhadap hidup
ini berakar dari ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Kebencian terhadap orang
lain merupakan pencerminan dari kebencian terhadap diri sendiri. Pada dasarnya
manusia itu tidak mau ditolak oleh orang lain. Ia selalu berupaya sedemikian
rupa sehingga ia diterima dan diakui oleh orang lain, terutama oleh orang tua
atau keluarga yang membesarkannya. Oleh sebab itu ia akan berusaha sedemikian
rupa agar ia diterima oleh orang tua dan keluarganya dengan cara memenuhi apa
yang menjadi. Karena memiliki standar kesuksesan yang terlampau tinggi, jika ia
mengalami kegagalan dalam pekejaan berarti penolakan terhadap dirinya, sehingga
ia marah dan benci kepada dirinya sendiri. Kebencian pada diri sendiri inilah
yang bisa menjadi potensi munculnya berbagai penyakit jasmani,
gangguan-gangguan kejiwaan seperti stres, depresi, permusuhan terhadap orang
lain, iri hati, senang menggosip orang lain, dan sebagainya.
b. Ketidakpuasan
Terhadap Orang Lain
Ketidakpuasan
manusia tidak hanya terbatas pada kepemilikan materi, tetapi juga dalam
hubungan dengan orang lain. Kebanyakan kita sering merasa jengkel terhadap orang
lain. Kita marah akan sikap dan tingkah laku mereka: pendek kata kita tidak
puas dengan orang lain.
Ketidakpuasan
terhadap orang lain dapat merupakan sumber kebencian dan permusuhan. Saya
sering mendengarkan ungkapan-ungkapan yang keluar dari mulut seseorang:
"Saya tidak suka dengan orang itu." Kalau ditanya mengapa ia tidak
suka dengan orang itu, maka jawabannya: "Pokoknya, saya tidak suka!" Di
dunia ini tidak ada manusia yang diciptakan persis sama. Dua orang bisa saja
memiliki kemiripan yang sulit dibedakan tetapi tidak mungkin sama sekali. Tetap
ada perbedaan walau sedikit di antara keduanya.
Perbedaan menjadi
sumber ketidakpuasan satu terhadap yang lain. Sebab manusia mempunyai
kecenderungan untuk menjadikan orang sesuai dengan keinginan dan latar
belakangnya. Di saat kita memaksa orang lain untuk menjadi seperti yang kita
inginkan di sanalah ketidakpuasan itu muncul. Ketidakpuasan itu bisa berlanjut
dengan kemarahan, kebencian dan bisa-bisa sampai kepada pembunuhan.
Salah satu sifat
yang dapat menolong agar kita bisa puas dengan orang lain ialah menerima orang
lain apa adanya. Sikap ini dimulai dengan mengenal siapa orang itu; apakah
kebutuhannya, bagaimana keadaan emosinya, dan tipe kepribadian apa yang
dimilikinya, seperti semua latar belakang yang telah disebutkan di atas tadi.
Setelah mengenal orang itu maka langkah selanjutnya adalah mengakui dan
menghargai keunikan yang ada padanya termasuk keyakinannya, cara berpikirnya
dan keputusan-keputusannya.Jangan mencoba menguasai dan merasa berhak atas
orang lain, sebaliknya berusahalah untuk mengasihinya, dengan demikian Anda
tidak usah kecewa dengan sikap seseorang.
c). Tidak mempercayai
Allah sepenuhnya
Mereka tidak
memahami bahwa :
-(efesus 2 :10) Kita adalah
ciptaan Allah, dan melalui Kristus Yesus, Allah membentuk kita supaya kita
melakukan hal-hal yang baik yang sudah dipersiapkan-Nya untuk kita.
-(mazmur 139 :14) Aku memuji Engkau sebab aku
sangat luar biasa! Segala perbuatan-Mu ajaib dan mengagumkan, aku benar-benar
menyadarinya.
-(kejadian 2 : 7) Kemudian TUHAN
Allah mengambil sedikit tanah, membentuknya menjadi seorang manusia, lalu
menghembuskan napas yang memberi hidup ke dalam lubang hidungnya; maka hiduplah
manusia itu.
-(Yesaya 49 : 5) Sebelum lahir, aku
dipanggil TUHAN menjadi hamba-Nya, untuk mengumpulkan umat Israel, supaya
mereka kembali kepada-Nya. TUHAN menjadikan aku terhormat, Allah adalah
kekuatanku.
2.2.
Bahaya menolak diri sendiri
Penolakan terhadap diri sendiri
banyak bersumber dari kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri.
Akibatnya, seseorang dalam banyak hal menyembunyikan dirinya yang sebenarnya
dibalik penampilanya yang semu. Tidak jujur pada diri sendiri, menyembunyikan
kegagalan, mencari-cari alasan diluar dirinya, berupaya dengan banyak cara biar
bisa menjadi pusat perhatian dan sebagainya, itu adalah sebagian bentuk dari
penolakan diri sendiri.
a). Ciri-ciri orang menolak diri
Menurut Andrew Matthew dalam bukunya
“Being Happy Teeneger” mengatakan bahwa Orang yang menolak diri sendiri
menerapkan salah satu dari dua strategi seperti berikut:
- Sering mengeritik orang lain. Orang seperti ini akan berpikir bahwa dengan mengeritik orang lain, dia merasa lebih baik terhadap dirinya sendiri. Terkadang dia tidak menyadari mengapa melakukanya. Oleh karena itu tetep berpikir positif terhadap kritikan , jangan terlalu dimasukan kehati, karena kemungkinan yang mengeritik itu merasa iri hati ke kita.
- Sering mengeritik orang lain. Orang seperti ini akan berpikir bahwa dengan mengeritik orang lain, dia merasa lebih baik terhadap dirinya sendiri. Terkadang dia tidak menyadari mengapa melakukanya. Oleh karena itu tetep berpikir positif terhadap kritikan , jangan terlalu dimasukan kehati, karena kemungkinan yang mengeritik itu merasa iri hati ke kita.
- Sering mengeritik diri sendiri. Orang seperti ini akan
berpikir bahwa dengan mengeritik diri sendiri, orang lain akan membalas dengan
memujinya, dan itulah yang dia harapkan. Examplenya begini: “Mary tidak
menyukai dirinya. Dia berkata kepada temannya “Kau lebih cantik dariku, lebih
pintar, tidak ada yang menyukaiku”. Dalam hatinya dia berharap agar temanya
kembali menjawab “Tidak mary! kau pintar, kau cantik, banyak yang menyukaimu”.
b). Akibat dari sikap menolak diri sendiri
-Putus asa. Hal ini disebabkan karena kita selalu menghakimi
diri sendiri bahwa kita kurang beruntung, jelek, gagal, bernasib buruk, kita
selalu merasa bahwa kita tidak memiliki kemungkinan untuk bernasib baik dll
- Kecewa dengan diri sendiri. Hal ini karena kita sering membanding-bandingkan
kelemahan-kelemahan kita dengan kelebihan-kelebihan orang lain, sehingga kita
kurang bersyukur atas apa yang sudah kita miliki dalam diri kita.
- Bunuh diri. Hal ini dikarenakan kita tidak memberi
kesempatan pada diri sendiri untuk berkembang mencapai hasil yang maksimal
dalam setiap usaha kita, sehingga yang ada hanyalah rasa putus asa dan kita
mencari jalan pintas untuk mengahiri hidup karena merasa tidak bisa memiliki
sesuatu yang bisa dibanggakan.
2.3. Tahap-tahap penerimaan diri
a) Tahap dasar penerimaan Diri
1. Temukan rasa tidak mengucap syukur
terhadap Tuhan.
2. Ucapkan syukur kepada Allh terhadap
hal-hal yang ingin kita rubah.
3. usahakanlah diri dengan
pengorbanan waktu, tenaga, pikiran,
untuk menghasilkan karakter kristus
dalam hidup orang lain (mazmur 139 : 14-16)
4. Yakinlah bahwa Tuhan membentuk
dirimu.
5. Mulailah untuk tidak membandingkan
diri dengan orang lain (2 kor 10:12)
6. Standar ideal dari Tuhan adalah dari
rohani, bukan secara fisik.
7. Tuhan bisa mengorbankan keindahan
fisik untuk keindahan rohani.
8. Penampilan fisik, hanya figura saja.
9. Kabahagiaan dan rasa berharga muncul
lewat pengembangan karakter kristus dalam hidup kita.
‘Menerima’ adalah
kata yang mudah diucapkan namun sangat sulit untuk dilakukan. Menerima realitas
memang butuh proses yang mendalam. Namun jika seseorang telah mampu melampau
tahapan proses penerimaan diri, maka penerimaan diri tersebut dapat menjadi
energi yang sangat dasyat untuk menggapai
impian. Sebaliknya jika seseorang individu belum melalui tahapan penerimaan
diri terhadap kondisi dirinya, maka difabel dapat menjadi belenggu kehidupan
dirinya.
Ada empat
tahapan dalam proses
penerimaan diri seseorang terhadap kenyataan yang tidak mengenakkan pada
dirinya.
Pertama adalah penolakan. Setiap individu memiliki kecenderungan
untuk menolak suatu kondisi yang tidak ia inginkan. Banyak mekanisme yang
dilakukan untuk menolak kenyatan yang tidak ia kehendaki, sebagian mereka
mengurung diri dan menghindar untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Tahap kedua adalah tawar menawar. Yang dimaksud dengan tawar menawar dalam
tahap ini adalah sebuah mekanisme yang dilakukan oleh individu untuk menutupi
kondisi yang tidak dikehendakinya tersebut. Dia selalu berfikir bahwa kondisi
difabel adalah sebuah kekurangan maka harus diseimbangkan dengan kelebihan di
sisi lain.
Tahap ketiga adalah menerima. Jika seorang individu atau seorang
difabel mengalami kelelahan dalam pergulatan dua tahapan yaitu menolak dan
tawar menawar maka ia akan dengan terpaksa menyerah untuk menerima kenyatan
dirinya. Memang asih ada catatan – catatan dalam tahapan ini dimana jika
individu tersebut tidak sungguh kuat maka tahapan ini akan turun kembali pada
tahapan kedua atau bahkan ke satu.
Tahap terakir atau tahapan puncak adalah
Syukur. Dalam tahapan
ini, kondisi difabel atau sebuah kondisi lain yang tidak mengenakkan oleh
individu dimaknai sebagai anugrah kehidupan. Memang sulit bagi seseorang untuk
mencapai tahapan ini, oleh karena itu tahapan ini disebut sebagai tahapan
puncak dari seluruh proses penerimaan diri. Rasa syukur dalam tahapan ini
dimaknai sebagai penerimaan realitas diri secara total dan meletakkan realitas
diri tersebut sebagai fasilitas untuk menciptakan hidup yang lebih bermakna.
Individu yang mencapai tahapan ini wajahnya akan selalu tampak cerah karena dia
menjalani kehidupannya dengan penuh kesadaran bahwa hidup dan segala yang ada
pada dirinya merupakan anugrah yang tak ternilai dari Tuhan. Individu tersebut
akan selalu memenuhi setiap detak jantung kehidupannya dengan makna kehidupan
BAB III. PENUTUP
2.1.Kesimpulan
Ada beberapa hal yang dapat kita terapkan untuk memperbaiki gambar/konsep
diri yang rusak : kita perlu untuk menjadi , saya harus hidup dalam harmoni
dengan nilai-nilai moral dan etika yang sehat berdasarkan standar Allah,
memastikan bahwa kita hidup dengan nilai-nilai itu dan tidak membiarkan
melanggar batas-batasNya. Kegagalan untuk mengampuni membuat saya terikat
dengan masa lalu saya dan terjebak oleh perasaan negative yang belum
terselesaikan, yang paling terutama selain dari mencintai-diri dan penerimaan
akan diri sendiri adalah selalu terhubung dengan Allah. Ini dimulai dengan
mengakui sisi gelap kita dan dosa kita kepada Allah, meminta pengampunan dan
menerimaNya ke dalam hati dan hidup kita sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi
kita. Dan kemudian, saat kita telah mengambil langkah-langkah di atas untuk
meningkatkan konsep diri, kita akan dapat menjangkau dan mengasihi orang lain.
2.2.Saran
Melihat yang terjadi saat ini akibat rusaknya gambar diri yang ada pada
mereka, maka perlu di adakannya sosialisasi dan pemulihan gambar diri di gereja
maupun di kalangan remaja, yang tentunya mencakup dunia remaja, selain itu
perlu juga agar para remaja itu ikut dalam kegiatan yang bersifat positif serta
saling membangun satu sama lain. Pendekatan yang di lakukan oleh hamba Tuhan
yang mengerti tentang gambar diri dan betapa sangat berharganya kita di mata
Yesus perlu di lakukan secara terus menerus dan semakin menjangkau jiwa-jwa
yang telah salah mengambil langkahnya.
DAFTAR PUSTAKA
William
Ebenstein; political Science, 197
Hak-Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,1994)
Bagaimana
Anda Meresponi Ketika Anda Diperlakukan Tidak Adil, Jakarta: Light
Publishing
http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=786&res=almanac/
Sinulingga,
Risnawaty, Pendidikan Agama Kristen untuk Mahasiswa di Perguruan Tinggi
Umum,Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/11/pengertian-hukum.ht
Tidak ada komentar:
Posting Komentar