Minggu, 25 November 2012

makalah HATI NURANI



BAB I. PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Belakangan  ini, banyak sekali kasus korupsi dan penipuan lainnya di negeri kita Indonesia ini. Hal ini merupakan hal yang sangat merugikan bagi masyarakat. Ini bisa terjadi karena pejabat itu tidak memiliki hati nurani yang Murni. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengangkat judul yang berkaitan dengan hati nurani dan hal-hal apa saja yang menjadi bentuk, fungsi, dan sifat-sifat dari hati nurani tersebut.
Keyakinan (conviction) yang rasional sangat dipengaruhi oleh hati manusia, seperti kebencian, kepahitan, berbohong, ketidak adilan, sedangkan karakter ini timbul akibat latar belakang dan lingkungan sekitar, karena orang tua, keluarga, suami atau isteri, kesehatan, ekonomi, pemerintah ataupun musuh. Keyakinan rasional dalam diri manusia ini yang sering mengalahkan karakter Allah seperti kasih, kebenaran, keadilan, kemurnian dan kemurahan, yang manusia peroleh melalui persekutuan dengan Allah dan Firman Tuhan.
B. RUMUSAN MASALAH
1). Apa saja bentuk-bentuk hati nurani itu ?
2). Apa saja fungsi dari hati nurani ?
3). Apa sifat-sifat dari hati nurani ?
C. TUJUAN PENULISAN
             Agar kita senantiasa dapat memiliki hati nurani yang murni dan dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam melayani Tuhan.
BAB II. PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN HATI NURANI
Hati nurani adalah penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani memerintahkan atau melarang kita melakukan sesuatu kini dan di sini. Ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang sangat konkret. Misalnya seorang situasi seorang hakim ketika terdakwa hendak menyuapnya.
Hati nurani berkait erat dengan kenyataan bahwa manusia memunyai kesadaran. Hanya manusia yang memunyai kesadaran. Hewan tidak. Kesadaran berarti kesanggupan mengenal diri sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Manusia bukan hanya melihat pohon di kejauhan sana, melainkan menyadari bahwa dialah yang melihatnya. Dalam diri manusia terjadi semacam penggandaan: ia bisa kembali kepada dirinya sendiri. Manusia bisa menjadi subjek yang mengamati juga sebagai objek yang diamati.
Kesadaran diambil dari kata Latin scire (mengetahui) dan awalan con (turut, bersama dengan). Conscientia berarti turut mengetahui. Kata ini dipakai untuk menunjukkan hati nurani. Dalam diri manusia, seolah-olah ada instansi yang menilai dari segi moral perbuatan-perbuatan yang dilakukannya, memberikan pujian dan sanksi.
B.     BENTUK HATI NURANI
Dapat dibedakan dua macam hati nurani, yaitu hati nurani retrospektif dan hati nurani prospektif. Yang pertama menilai perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan. Contoh, saya telah berbohong kepada teman. Lalu hati nurani menghukum saya dengan perasaan bersalah. Hati nurani retrospektif bertindak dalam bentuk menghukum, menuduh, atau mencela, juga memuji. Yang kedua melihat ke masa depan dan menilai perbuatan-perbuatan yang akan dilakukan. Bentuknya adalah mengajak atau mengatakan jangan. Contoh, ketika seorang hakim ditawari suap, hati nuraninya akan mengatakan jangan.
Hati nurani bersifat personal, artinya selalu berkaitan erat dengan pribadi bersangkutan. Hati nurani hanya berbicara tentang dirinya, dan tidak memberikan penilaian tentang perbuatan orang lain. Kita bisa memberikan pertimbangan kepada orang lain, tetapi integritas kita tidak akan merasa diperkosa bila orang lain melakukan perbuatan yang menurut kita tidak baik.
Hati nurani juga bersifat adipersonal, melebihi pribadi, transenden, seolah-olah ia merupakan instansi di atas kita. Terhadap hati nurani, kita seakan-akan hanya menjadi pendengar, membuka diri terhadap suatu yang datang dari luar. Dalam hal ini, hati nurani sering juga diistilahkan suara hati, kata hati, suara batin, bahkan suara Tuhan.
Hati nurani berkait dengan rasio, karena hati nurani memberikan penilaian. Namun keputusan yang diberikan hati nurani biasanya langsung, bersifat intuitif, seakan-akan tidak melalui argumentasi atau penalaran rasional. Tapi sebenarnya penalaran rasional itu bisa ditelusuri dengan jelas, terutama hati nurani yang bersifat prospektif.
Dipandang dari sudut subjek, hati nurani adalah hakim atau norma terakhir untuk perbuatan manusia. Hati nurani bertugas menerjemahkan prinsip-prinsip moral yang umum ke dalam situasi konkret. Namun demikian, belum tentu suatu perbuatan yang sesuai hati nurani adalah baik juga secara objektif. Misalnya pembunuhan yang dilakukan kaum teroris, bisa jadi didorong oleh suara hati. Klaim hati nurani sulit dibuktikan dan mudah dibelokkan untuk melakukan kejahatan.
Hati nurani harus dididik, seperti juga akal budi memerlukan pendidikan. Sebab ada juga hati nurani yang buruk, misalnya apa yang dalam psikiatri disebut moral insanity, kelainan jiwa yang membuat orang buta terhadap yang baik dan buruk. Anak yang dibesarkan dalam keluarga pencuri, misalnya, sulit untuk memunyai hati nurani yang baik tentang hak milik. Ia akan seenaknya saja mengambil hak orang lain.
Menurut Gabriel Madinier (1895-1958), tempat yang serasi untuk pendidikan hati nurani adalah keluarga, bukan sekolah. Pendidikan hati nurani harus dijalankan sedemikian rupa sehingga anak menyadari tanggung jawabnya sendiri. Mulanya suatu perbuatan diancam dengan sanksi fisik, lama-kelamaan ketakutan itu harus diganti dengan kecintaan akan nilai-nilai baik.
C.     FUNGSI HATI NURANI
Hati nurani memiliki 2 aspek:
1. Aspek yang berhubungan dengan apa yang telah dilakukan oleh seseorang yang memiliki hati nurani tsb.
2. Akibat langsung atau efek yang berhubungan dengan Allah, sebagai pencipta dirinya

Yang dimaksud dalam hal pertama diatas adalah apa yang telah saya lakukan harus saya pertanggung jawabkan. Dan yang dimaksud dalam hal yang kedua adalah kepada siapa saya harus bertanggung jawab.
Allah adalah pencipta dan sekaligus menjadi hakim yang akan menghakimi kita, maka terlihat jelas kedua aspek tsb.

Untuk memahami hal ini, saya akan berikan sebuah contoh.
Saat seseorang berbuat sesuatu yang melawan / menentang hati nuraninya sendiri, maka ia akan segera menjadi musuh (lawan) dari dirinya sendiri. Kemudian hati nurani kita sudah tidak lagi harmonis dengan diri kita maka secara “instink” kita mengetahui bahwa kita harus terhadapan dengan Allah.
Lalu yang menjadi pertanyaannya kemudian adalah :
Jika hati nurani adalah merupakan wakil suara dari Tuhan, bukankah kalau demikian hati nurani saja sudah cukup, kita tidak memerlukan Roh Kudus lagi? Atau jika setiap orang yang di dalam hati sudah ada wakil suara dari Tuhan, apakah pasti akan sama suara hati tsb?
Jawabannya justru terbalik. Kita sudah memiliki hati nurani dan kita telah diberikan suara yang mewakili Tuhan tetapi mengapa suara hati nuraniku dengan suara hati nuranimu masih berbeda? Mengapa standar yang saya buat dengan yang anda buat tidak sama?
Mengapa apa yang saya lakukan dengan sejahtera, bagi orang lain tidak/belum tentu sejahtera? Apakah yang membedakan hal ini?

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa semenjak kejatuhan manusia ke dalam dosa maka hati nurani sudah tidak netral dan berfungsi sebagaimana aslinya pada saat diciptakan (pada saat manusia belum jatuh ke dalam dosa, fungsi hati nurani bersifat netral dan murni). Artinya fungsi hati nurani telah tercemar semenjak manusia jatuh kedalam dosa, yang mengakibatkan terjadinya polusi hati nurani. Semua fungsi hati nurani masih tetap ada, tetapi tidak mungkin semurni aslinya.

Seperti halnya seseorang yang terkena penyakit, maka organ tubuhnya masih tetap bekerja, namun tidak sempurna seperti sebelumnya. Demikian juga halnya dengan fungsi hati nurani manusia yang masih memberikan pencerahan, namun pencerahannya sudah tidak lagi secerah seharusnya. Dan juga hati nurani masih memberikan peringatan, tetapi peringatannya lemah. Dan masih juga memberikan penghakiman, namun penghakimannya itu kurang berani, dll.

Inilah yang di dalam Teologi Reformed disebut sebagai Total Depravity (Kerusakan Total).
Prinsip “Kerusakan Total” ini bukan berarti tidak berfungsi sama sekali dan tidak berguna lagi, tetapi semua penggunaannya sudah terkena polusi, atau dengan kata lain sudah tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
D.    SIFAT HATI NURANI
a.       Bersifat personal 
Bersifat personal Artinya, selalu berkaitan erat dengan pribadi bersangkutan. Norma-norma dan cita yangsaya terima dalam hidup sahari-hari dan seolah-olah melekat pada pribadi saya, akan tampak  juga dalam ucapan-ucapan hati nurani saya. Seperti kita katakan bahwa tidak ada dua manusiayang sama, begitu pula tidak ada hati nurani yang bersifat sama.Ada alasan lain lagi untuk mengatakan bahwa hati nurani bersifat personal yaitu hati nuranihanya memberi penilaianya tentang perbuatan saya sendiri, maksudnya hati nurani tidak memberikan penilaianya tentang perbuatan orang lain.
b.         Bersifat Adi Personal 
Bersifat Adi personalSelain bersifat pribadi hati nurani juga seolah-olah melebihi pribadi kita, seolah-olahmerupakan instansi di atas kita. Aspek ³hati nurani´berarti hati yang diterangi (nur cahaya) .hatinurani seolah-olah ada cahaya dari sinar yang menerangi budi dan hati kita.aspek yang samatampak juga dalam nama-nama lain untuk menunjukan hati nurani suara hati,kata hati,suara batin.
E.     PEMBAHARUAN HATI NURANI MENURUT ALKITAB
1.      Firman Allah
(Maz 119:9) Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.
(1 Pet 1:22) Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu.

2.      (Yoh 17:17)Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.
2. Darah Kristus
Seseorang dpat dibersihkan hati nuraninya hanya dengan darah Yesus Kristus
(1 Yoh 1:7)Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.
(Ibr 9:14)betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.

3. Gerakan Roh Kudus
(1 Ptr 1:2)yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.
(Kis 15:8-9) Dan Allah, yang mengenal hati manusia, telah menyatakan kehendak-Nya untuk menerima mereka, sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada mereka sama seperti kepada kita, dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman.
F.      AJARAN PAULUS TENTANG HATI NURANI
Agar kita bisa berani tebuka dan jujur mengenai diri kita, maka kita harus memiliki hati nurani yang murni.  Kis. Rasul 23:1, Paulus menulis tentang hati nurani yang murni
(good conscience), artinya tidak tercelah dihadapan manusia dan Tuhan (Kis. Rasul 24:16).  1 Tim. 3:9, Rasul Paulus menasehati Timotius agar memiliki hati nurani yang suci (pure conscience), artinya hati nurani yang tidak ada perasaan bersalah, tidak bisa ditemukan kesalahan, hal ini bisa terjadi bila hati kita disucikan oleh darah Yesus terus menerus. Banyak orang Kristen mengalami masalah yang seharusnya tidak perlu dialami, hanya karena hati nurani yang tidak disucikan terus menerus.. Hati nurani yang sensitif membedakan yang benar dari yang salah, menandakan kedewasaan rohani Ibrani 5:13,14, "Sebab barang siapa yang masih memerlukan susu, ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang dewasa , yang karena mempunyai panca indera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."

2. Ajaran Paulus:
- Paulus mengajar tentang pentingnya hati nurani yang murni Kis.Rasul 24:16, ...'aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni dihadapan Allah dan manusia.
2 Kor.1:12, 'Inilah yang kami megahkan, yaitu suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami didunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi.
- Paulus memperingatkan Timotius bahwa iman bekerja sama dengan hati nurani yang murni. Iman tidak bertumbuh, bila hati nurani tidak dimurnikan.
1 Tim.1:18,19, 'Tugas ini kuberikan kepadamu Timotius anakku ... engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni. Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni, dan karena itu kandaslah iman mereka.









BAB III. PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Hati Nurani merupakan wakil suara Tuhan yang menyelidiki, bersaksi dan berbicara, memberikan perintah dan peringatan ,serta menghakimi orang yang berbuat dosa.
Namun hati nurani tetap tidak pernah mutlak, karena hati nurani tetap adalah ciptaan, dan yang mutlak hanyalah Allah itu sendiri. Pada saat Allah menciptakan manusia maka Allah memberikan Hati Nurani kepada manusia, ini adalah salah satu keunikan yang Allah berikan kepada manusia dibandingkan makhluk ciptaan lainnya, karena manusia diciptakan menurut gambar dan peta teladan Allah, sehingga dengan adanya hati nurani ini maka manusia mempunyai nilai moral. Dan Allah menciptakan fungsi hati nurani yang bersifat netral pada saat pertama kali diciptakan, namun semenjak kejatuhan manusia ke dalam dosa maka suara hati nurani manusia sudah tidak mungkin netral lagi. Oleh karena sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa maka hal tersebut merusak semua aspek manusia termasuk hati nurani. Hati nurani memberi kesadaran untuk melakukan keputusan hidup yang benar, memungkinkan kita menjadi saksi yang hidup, Membangun persahabatan yang baik,






Daftar Pustaka
Poerwudawinta,Wjs kamus umum bahasa Indonesia.
Von magnis,Franz  Etika umum. 1985.Yogyakarta: Kanisius,
Charis Zubair,Achmad. Kuliah Etika.1995.jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
 K. Bertens, Etika, Jakarta: Gramedia, 2000, hal. 49-66]
http://www.salib.net/News/article/sid=1488.html
ubeno, Sutjipto, M.Div., Pergumulan Mengerti Kehendak Allah, hal 89-97, cetakan ke 1, Surabaya, Momentum, Indonesia , 1998.
6. Tong, Stephen, DR, Mengetahui Kehendak Allah, hal 169-182, cetakan ke 1, Surabaya, Momentum, Indonesia , 1999.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar